Konsep Dasar
Menurut Billings and Stokes (1999) dalam bukunya Medical Surgical Nursing, menyatakan bahwa : “Burns are injuries caused by thermal (liquid or flame), chemical, or electrical agents”. Menurut terjemahan penulis berdasarkan kutipan diatas yaitu: Luka bakar adalah luka pada jaringan yang disebabkan oleh panas, (cairan atau api), kimia, atau radiasi energi listrik dan pergesekan.
Pengertian luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dimana saja yang disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat mengakibatkan kerusakan kulit dan gangguan berbagai sistem tubuh. Luka bakar juga dapat menjadi penyebab utama kematian atau disfungsi berat jangka panjang. Untuk itu perlu perawatan khusus karena luka bakar merupakan media yang dapat ditempati oleh kuman dengan patogenitas tinggi, terdapat banyak jaringan yang mati, mengeluarkan banyak air, serum dan darah, dan jika luka bakar terbuka untuk waktu yang lama akan mudah terinfeksi atau mudah terkena trauma.
Di Indonesia luka bakar merupakan masalah yang berat karena perawatan dan rehabilitasinya sukar, perlu ketekunan, tenaga terlatih dan terampil serta biaya yang mahal. Luka bakar juga memerlukan penanganan yang serius secara tim yang meliputi dokter, perawat, fisioterapis, ahli gizi, psikiater, dan pekerja sosial.
Anatomi Fisiologi
Anatomi kulit yang utama adalah tersusun dari tiga lapisan; yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
- Lapisan EpidermisTersusun dari keratinosit, yang tersusun atas beberapa lapisan, yaitu
- Lapisan Corneum atau lapisan tanduk >> Terdiri dari atas sel-sel tipis melekat satu dengan yang lain. Merupakan barrier tubuh paling luar dan memiliki kemampuan mengusir organisme patogen dan mencegah kehilangan cairan.
- Lapisan Lucidum >> Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng tanpa inti.
- Lapisan Granulosum >> Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbatas kasar dan inti terdapat diantaranya, butir-butir kasar ini terdiri dari keratohyalin.
- Lapisan Spinosum >> Terdiri atas beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya amitosis.
- Stratum Basale >> Terdiri dari atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
- Lapisan DermisLapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu :
- Lapisan papilaris tersusun dari sel fibroblast yang menghasilkan bentuk kolagen merupakan komponen utama jaringan ikat.
- Lapisan retikularis terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen dan berkas serabut elastik.Dermis juga tersusun oleh pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
- Jaringan Subkutan Jaringan subkutan berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal. Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorsi, eksresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. Fungsi proteksi, kulit melindungi tubuh dari segala pengaruh luar, misalnya terhadap bahan-bahan kimia, mekanis, bakteriologis dan lingkungan sekitarnya. Fungsi absorbsi, penyerapan dapat berlangsung melalui cerah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar. Fungsi eksresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat.Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Untuk merasakan rasa nyeri gatal, panas, dingin, rabaan dan tekanan. Pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit. Pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basale epidermis. Pembentukan vitamin D, dengan bantuan sinar matahari, pro vitamin D diubah menjadi vitamin D. Fungsi keratinisasi, keratinosit dimulai dari sel basale mengadakan pembelahan, sel basale yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel menjadi gepeng dan bergranulosum. Makin lama ini menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.
Luka bakar disebabkan oleh kontak langsung antara anggota tubuh dengan faktor penyebab luka bakar seperti api, listrik, bahan kimia ataupun radiasi ( Effendi. C, 1999 ).
Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan fase, yaitu :
- Fase akutDisebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway), mekanisme bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan masalah instabilitas sirkulasi.
- Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional, keadaan hipermetabolisme.
- Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut dan disfungsi serebral. Kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal/ akut/ syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama. Kehilangan kulit sebagai sawar tubuh membuat luka mudah terinfeksi selain itu kehilangan kulit yang luas menyebabkan penguapan cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan pengeluaran protein dan energi sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ seperti paru dan hepar yang berakhir dengan kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan parut yang tidak beraturan, kontraktur dan deformitas sendi. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).
Gambaran klinis
Gambaran klinis luka bakar( Brunner & Suddarth, 2002 ).
- Derajat satu (superfisial)Penyebab tersengat matahari dan terkena api dengan intensitas yang rendah. Melibatkan hanya epidermis, gejala yang dirasakan kesemutan, hiperestesia (supersensitivitas) dan nyeri mereda bila didinginkan. Luka tampak merah muda terang sampai merah dengan edema minimal dan putih ketika ditekan.Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu disertai pengelupasan kulit.
- Derajat dua (partial thickness)Penyebab tersiram air mendidih dan terbakar oleh nyala api. Melibatkan epidermis dan bagian dermis, gejala nyeri, hiperestesia dan sensitif terhadap udara dingin. Keadaan melepuh, dasar luka berbintik – bintik merah, epidermis retak, permukaan basah dan edema. Kesembuhan dalam waktu 2 hingga 3 minggu disertai pembentukan jaringan parut dan bila ada infeksi dapat berubah menjadi derajat tiga.
- Derajat tiga (full thickness)Penyebab terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu lama dan tersengat arus listrik. Melibatkan semua lapisan kulit, gejala tidak terasa nyeri, syok, (hematuria ada dalam urin) dan kemungkinana hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk atau keluar (pada luka bakar listrik). Kesembuhan dengan pembentukan eskar, diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontour serta fungsi kulit. Pada fase yang lebih berat dapat terjadi amputasi pada daerah jari atau ekstremitas.
Perhitungan luas luka bakar berdasarkan rule of nine (Keperawatan Klinis, 2003 ).
- Kepala dan leher : 9%
- Ekstremitas atas (2 x 9%) : 18% (kiri dan kanan)
- Dada, perut, punggung dan bokong (4 x 9%) : 36%
- Paha dan betis – kaki(4 x 9%) : 36% (kiri dan kanan)
- Genetalia/perineum : 1%
Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala jauh lebih besar dan relatif permukaan kaki lebih kecil digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10 – 15 – 20 dari lund dan browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus – rumus tersebut diatas adalah luas telapak tangan dianggap 1%. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )
Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor ( Engram B, 1999 ).
- Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
- Kedalaman luka bakar.
- Anatomi lokasi luka bakar.
- Umur klien.
- Riwayat pengobatan yang lalu.
- Trauma yang menyertai atau bersamaan.
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
Beberapa indikasi klien dengan luka bakar yang harus menjalani rawat inap ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )
- Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau > 15% pada orang dewasa.
- Terancam edema laring akibat terhirupnya asap, udara hangat.
- Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata, tangan, kaki dan perineum.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien luka bakar ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
- LED: mengkaji hemokonsentrasi.
- Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
- Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
- BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
- Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar.
- Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
- Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
- Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit. Pencegahan trauma pada kulit yang vital dan elemen didalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma dengan bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada sel di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian yang terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
- Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation).
- Periksa jalan napas.
- Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
- Berikan oksigen.
- Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk mengatasi syok.
- Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.
- Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
- Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif.
- Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar.Dengan demikian jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat menggantikan parenteral.Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :
- Cara Evans.Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
- Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
- Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
- 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama. Pada hari ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis. - Cara Baxter.Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari jumlah hari pertama.
- Cara Evans.Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
0 komentar:
Posting Komentar