KOLOSTOMI

Konsep Dasar

KARSINOMA REKTUM

Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price and Wilson, 1994, hal 419).

Secara histologis, karsinoma rektum dan karsinoma yang menyerang bagian kolon yang lain adalah adenokarsinoma (terdiri dari epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus.


Etilogi

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya.

Faktor predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah poliposis familial, defisiensi Imunologi, kolitis ulseratifa, granulomartosis dan kolitis (Mansjoer, et al, 2000, hal 325)

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.

Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

Patofisiologi

Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma rektum sebagai berikut :

Polip jinak pada kolon atau rektum
|
menjadi ganas
|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon
|
meluas ke dalam struktur sekitarnya
|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer


menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara :
  1. Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta.
  2. Hematogen terutama ke hati.
  3. Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya)misalnya : ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.

Pemeriksaan Penunjang
  1. Foto sinar X Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid dan gambaran mukosa rusak.
  2. Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)Pemeriksaan CEA dapat dilakukan, meskipun antigen CEA mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker karena tidak semua lesi menyekresi CEA.
  3. Tes-tes Khusus
    • Proktosigmoidoskopi Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
    • Koloskopi Diperiksa dengan alat yang sekaligus dapat digunakan untuk biopsi tumor.
    • Sistoskopi Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi keganasan ke kandung kencing.

Diagnosis Banding

Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1998), diagnosis banding karsinoma rektum adalah polip, proktitis, fisura anus hemmoroid, dan karsinoma anus.

Komplikasi

Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (1991) adalah: obstruksi usus parsial atai lengkap, perforasi, perdarahan, dan penyebaran ke organ lain.

Penatalaksanaan

Pengobatan terpilih adalah operasi. Pemilihan jenis operasi tergantung stadium klinis, lokasi tumor, resktabilitas, dan keadaan umum pasien. Colok dubur sangat penting untuk menentukan lokasi dan resktabilitas tumor.

Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :
  1. Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau sigmoid dibuat anastomosis dengan rektum.
  2. Prosedur paliatif, dibuat stoma saja.
  3. Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid, rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi.
  4. Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan komplikasi antara lain inkontinensia alvie.
  5. Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel.
Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi ajufan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi (Brunner & Suddart, 2002, hal 1128).


KOLOSTOMI

Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998, hal 900).

Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah yang dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen (Brunner & Suddart, 2002, hal 1127).

Indikasi

Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal.

Klasifikasi kolostomi

  1. Berdasarkan sifat kolostomi
    • Kolostomi sementara Dibuat misalnya pada penderita gawat perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon.
    • Kolostomi tetap Dibuat pada reseksi rektoanal abdominoperineal menurut Quenu-Milles berupa anus preternaturalis.
  2. Klasifikasi berdasarkan tempat pembuatan stoma :
    Stoma yang dibuat pada kolon (usus besar) disebut kolostomi, stoma yang dibuat pada ileum (usus kecil) disebut ileostomi, dan pada saluran kencing disebut ureterostomi.

Penyulit-penyulit yang terjadi setelah pembuatan kolostomi :
  1. Nekrosis
    Lapisan mukosa yang normal akan berwarna pink atau kemerahan, lembab. Iskemia / nekrosis terjadi karena adanya hambatan aliran darah ke lapisan mukosa.
  2. Prolaps
    Prolaps adalah mudahnya bagian usus keluar / memanjang dari ukuran stoma yang sebenarnya. Penyebab terjadinya prolaps karena konstruksi pembedahan, peningkatan tekanan intra abdomen, tidak adekuatnya fiksasi bowel atau kurangnya fascia pada saat pemilihan tempat / posisi stoma untuk menopang.
  3. Parastomal hernia
    Hal ini terjadi karena penempatan posisi stoma tidak tepat pada otot rektus, insisi fascia terlalu besar dan infeksi post operasi pada sambungan mukocutoaneus.
  4. Obstruksi Obstruksi bisa terjadi karena komplikasi pembedahan.
    Terbagi dalam 2 tipe :
    • Adynamic : kondisi dimana tidak adanya peristaltik. Tipe yang paling sering adalah ileus paralitik. Faktor penyebab antara lain: operasi abdominal, pengobatan narkotik, perlukaan retroperitoneal, gangguan pada spinal, gangguan metabolik seperti hypokalemia.
    • Dynamic obstruksi, karena kondisi patologi dan merupakan kondisi darurat untuk pembedahan.
  5. Mucocutaneus separation Komplikasi awal yaitu rusaknya / terbukanya jahitan yang menyatukan stoma pada permukaan abdomen.
  6. Stenosis Stenosis adalah proses menyempitnya lumen stoma dan biasanya terjadi pada fascia atau pada kutaneus.
  7. Retraksi Retraksi disebabkan karena formasi jaringan scar, penambahan berat badan.


0 komentar:

 
This blog powered by Blogger. Template designed by Go Blog Template