Konsep Dasar
Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price and Wilson, 1994, hal 419).
Secara histologis, karsinoma rektum dan karsinoma yang menyerang bagian kolon yang lain adalah adenokarsinoma (terdiri dari epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus.
Anatomi Kolon
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani dengan diameter rata-rata 2,5 inci (sekitar 6,5 cm). Usus besar terbagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid, tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis, kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara kebagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm).
Epidemiologi
Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat, perbandingan insiden pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut. Pemeriksaan cocok dubur merupakan penentu karsinoma rektum.
Etilogi
Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya.
Faktor predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah poliposis familial, defisiensi Imunologi, kolitis ulseratifa, granulomartosis dan kolitis (Mansjoer, et al, 2000, hal 325)
Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.
Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Patofisiologi
Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma rektum sebagai berikut :
Polip jinak pada kolon atau rektum
|
menjadi ganas
|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon
|
meluas ke dalam struktur sekitarnya
|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer
|
menjadi ganas
|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon
|
meluas ke dalam struktur sekitarnya
|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer
menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara :
- Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta
- Hematogen terutama ke hati
- Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya) misalnya : ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.
Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma rektum (Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 1998, hal 892) : pertama, tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol, kedua tipe skirus (keras) yang dapat mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, ketiga adalah bentuk ulseratif yang terjadi karena nekrosis di bagian sentral.
Manifestasi Klinis
Keluhan utama adalah buang air besar berdarah dan berlendir. Terjadi perubahan pola defekasi yaitu diare selama beberapa hari yang disusul konstipasi selama beberapa hari (diare dan konstipasi bergantian). Ukuran feses kecil-kecil seperti kotoran kambing. Pasien mengeluh kembung dan mules hilang timbul sehingga terjadi anoreksia dan berat badan akan menurun dengan cepat.
Disamping itu terjadi tenesmus, rasa tidak puas sehabis buang air besar, dan keluhan pegal-pegal. Keluhan perut kembung, mules dan sebagainya sering dianggap sebagi masuk angin dan pasien terlambat datang ke dokter. Berbeda dari kolon, mukosa dari rektum tidak dilapisi oleh tunika serosa. Perdarahan berasal dari arteri hemoroid superior (cabang arteri mesenterika inferior) serta arteri hemoroid inferior dan media. Perdarahan yang terjadi biasanya lebih banyak.
Pemeriksaan Penunjang
- Foto sinar XPemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid dan gambaran mukosa rusak.
- Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)Pemeriksaan CEA dapat dilakukan, meskipun antigen CEA mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker karena tidak semua lesi menyekresi CEA.
- Tes-tes Khusus
- Proktosigmoidoskopi >> Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
- Koloskopi>> Diperiksa dengan alat yang sekaligus dapat digunakan untuk biopsi tumor.
- Sistoskopi >> Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi keganasan ke kandung kencing.
Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1998), diagnosis banding karsinoma rektum adalah polip, proktitis, fisura anus hemmoroid, dan karsinoma anus.
Komplikasi
Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (1991) adalah: obstruksi usus parsial atai lengkap, perforasi, perdarahan, dan penyebaran keorgan lain.
Penatalaksanaan
Pengobatan terpilih adalah operasi. Pemilihan jenis operasi tergantung stadium klinis, lokasi tumor, resktabilitas, dan keadaan umum pasien. Colok dubur sangat penting untuk menentukan lokasi dan resktabilitas tumor.
Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :
- Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau sigmoid dibuat anastomosis dengan rektum
- Prosedur paliatif, dibuat stoma saja
- Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid, rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi
- Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan komplikasi antara lain inkontinensia alvie.
- Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel.
- Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi ajufan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi (Brunner & Suddart, 2002, hal 1128).